iklan

Jom..lepak di sini!!!.....

Ahad, 17 Mac 2013

Jadila ibu seperti siti hajar


Ibu adalah wanita yang kasihnya begitu tulus. Ia berikan separuh jiwanya untuk buah hatinya. Sejak dalam kandungan, kita sudah begitu selesa berada dalam lindungan ibu. Lalu, pernahkah kita berfikir, bagaimana kita membalas kasih tulus seorang  ibu?
Anak adalah amanah Allah. Sementara orang tua adalah pemegang amanah besar tersebut. Menunaikan amanah dengan baik akan diganjar surga. Sedangkan menyia-nyiakan amanah adalah dosa besar. Itu pula yang menggambarkan kecintaan Siti Hajar kepada anaknya, Isma’il a.s. Ia telah mengurusi Isma’il a.s dengan segenap kemampuan. Namun ia sadar bahwa amanah itu adalah titipan. Titipan itu adalah milik Sang Penitip. Sang Penitip itu tiada lain adalah Allah SWT.
Ketika Allah SWT memerintahkan Ibrahim a.s. untuk menyembelih putranya, Siti Hajar tidak sama sekali melayangkan protes. Sebagai ibu yang sangat menyayangi anaknya, ia (tetap) sadar bahwa pemilik Isma’il a.s. yang sejati hanyalah Allah. Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, ia merelakan Isma’il a.s. untuk dijadikan sesembelihan. Rasanya, sangat sukar menemukan Siti Hajar saat ini. Bagaimana mungkin seorang ibu tega  melihat anaknya dibunuh, dan oleh bapaknya sendiri.
Siti Hajar memang bukan wanita biasa. Ia adalah sosok wanita yang luar biasa. Wajar kalau kemudian anaknya, Isma’il a.s., diangkat pula oleh Allah sebagai seorang nabi dan rasul. Siti Hajar telah mengajarkan kepada para ibu untuk bijak dalam menyikapi karunia Tuhan. Jangan sampai karena kecintaan kepada sang anak menjadikan manusia lupa akan kebesaran Ilahi. Ketika kita lebih mencintai dunia, termasuk sang anak, lebih dari cinta kita kepada Allah maka tunggulah keputusan-Nya. Itu karena Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Konsistensi ketaatan kepada Allah sering kali harus berbenturan dengan kecintaan manusia kepada anak keturunannya. Itulah yang dialami oleh Siti Hajar, ibunda Isma’il a.s. Benturan tersebut, sebenarnya, adalah ujian yang berat dari Allah SWT, kepadanya. Dalam kisahnya, Siti Hajar telah berhasil menunjukkan kepada Allah akan kemurnian taatnya, walaupun harus merelakan anak satu-satunya menjadi tebusannya. Sungguh luar biasa! Tentu kita mendambakan sosok Siti Hajar hadir di tengah-tengah kita.
Sosok ibu adalah qudwah yang paling dekat bagi seorang anak. Dalam Islam, seorang anak idealnya disusui oleh ibunya selama kurun waktu 2 tahun. “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna…” Ibu dengan penuh ketulusan, merelakan hari-harinya untuk bersanding-ria dengan buah hatinya. Selama 2 tahun, ibu memberikan air susunya untuk kelangsungan hidup sang anak. Sudah tidak diragukan lagi hikmah dari perintah ini. Kandungan gizi air susu ibu memang tidak pernah mampu tergantikan.
Sejak anak dalam kandungan, sejatinya sudah mulai belajar akan arti kehidupan. Ia sudah dapat menangkap kondisi alam sekitar yang mengitarinya. Kemudian lahir ke dunia, menyapa alam semesta. Sang ibu menjadi pendampingnya yang begitu ramah. Ibu menyediakan segenap kebutuhan bagi buah hatinya. Lalu, bagaimana dengan ibu yang tega membunuh anaknya? Mungkin benar kata orang. “Semua ibu itu perempuan, tetapi perempuan itu belum tentu keibuan.” Ibu yang tega membunuh itu memang tetap seorang ibu, tetapi ia tidak memiliki jiwa keibuan. Na’ûdzubillâh.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan